Minggu, 10 Desember 2023

KH Muntaha Al Hafidz, Kisah Sejati Pecinta Alquran Sepanjang Hayat

 

KH Muntaha Al Hafidz, Kisah Sejati Pecinta Alquran Sepanjang Hayat



Penggagas Alquran Terbesar di dunia. Kecintaannya Mbah Muntaha sapaan akrab KH. Muntaha Al Hafidz Kalibebeber Wonosobo terhadap Alquran tak dapat diragukan lagi. Hampir seluruh usianya dihabiskan untuk menyebarkan dan menghidupkan Alquran.

Seperti yang dikutip dari situs NU Online, ia pernah menggagas hal fenomenal, yakni membuat mushaf Alquran Akbar (Alquran raksasa) dengan tinggi dua meter, lebar tiga meter dan berat satu kuintal lebih. Sebuah karya maha agung yang sempat dikala itu diusulkan masuk ke Guiness Book Of Record.

Siapakah sebenarnya KH Muntaha Al Hafidz.

 

Ia lahir pada tanggal 9 Juli 1912, di Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah dan meninggal 29 Desember 2004 di Semarang pada umur 94 tahun. Ia adalah pengasuh Pondok Pesantren Al-Asy'ariyah Kalibeber Wonosobo. Ayahanda Kiai Muntaha adalah putra ketiga dari pasangan KH Asy'ari dan Safinah. Sebelum Kiai Muntaha, telah lahir dua kakaknya, yakni Mustaqim dan Murtadho. Sejak kecil hingga dewasa, Kiai Muntaha menimba banyak ilmu dari sejumlah Kiai Pesantren. Sebelum itu, Kiai Muntaha mendapat didikan langsung dari kedua orang tuanya yaitu KH Asy'ari dan Safinah. Kiai Muntaha banyak memperoleh didikan berharga dari Ayah dan Ibundanya seperti membaca Alquran dan ilmu-ilmu ke-Islaman. Kedua orang tuanya memang dikenal sangat telaten dan sabar dalam mendidikan putra-putrinya.

Selanjutnya, ia melanjutkan perjalanan bagi mencari ilmu dari pesantren satu ke pesantren yang lain. Di setiap melaksanakan perjalan menuju pesantren selanjutnya, Kiai Muntaha memakai waktu istirahatnya bagi mengkhatamkan (menyelesaikan bacaan) al-Qur'an. Di selang pesantren yang pernah ia singgahi yakni Pesantren Kaliwungu, Pesantren Krapyak, dan Pesantren Termas. Setelah melaksanakan perjalanan dari beragam pesantren, pada tahun 1950 Kiai Muntaha pulang ke Kalibeber lagi melanjutkan kepemimpinan ayahnya (K.H. Asy'ari) untuk mengembangkan Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah di desa lahirnya.

Di bawah kepemimpinan Mbah Muntaha inilah, Al-Asy'ariyyah berkembang pesat. Berbagai kemajuan signifikan terjadi masa ini. Dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, KH. Muntaha adalah pribadi yang bersahaja. Mbah Muntaha sangat sayang kepada keluarga, santri dan juga para tetangga, serta masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.

Ada satu hal sangat menarik berkaittan dengan proses pencarian ilmu Kiai Muntaha saat berusia belia. Ketika Kiai Muntaha berangkat menuntut ilmu ke Pesantren Kaliwungu, Pesantren Krapyak, dan Pesantren Termas, ia selalu menempuh perjalanan dengan cara berjalan kaki. Melakukan riyadhah demi mencari ilmu. semacam itu dilakukan Kiai Muntaha dengan niatan ikhlas demi memperoleh keberkahan ilmu.

 

 

Pecinta Alquran Sepanjang Hayat

Kecintaan Kiai Muntaha terhadap Alquran sebenarnya berawal dari kecintaan ayahandanya, Kiai Asy'ari terhadap Alquran. Dalam usia relatif muda yakni 16 tahun, Kiai Muntaha telah menjadi hafizh Alquran. Hampir seluruh hidup Mbah Muntaha didedikasikan untuk mengamalkan dan mengajarkan nilai-nilai Alquran kepada para santrinya dan juga pada masyarakat umumnya.

Dalam kesehariannya, Mbah Muntaha selalu mengajar para santri yang menghafalkan Alquran. Para santri selalu tertib dan teratur satu per satu memberikan setoran hafalan kepada Kiai Muntaha. Mbah Muntaha selalu berjuang untuk menanamkan nilai-nilai Alquran kepada santri-santrinya. Sepanjang hidup Mbah Muntaha, Alquran senantiasa menjadi pegangan utama dalam mengambil berbagai keputusan, sekaligus menjadi media bermunajat kepada Allah Swt. Kiai Muntaha tidak pernah mengisi waktu luang kecuali dengan Alquran.

Sering Kiai Muntaha mebaca wirid atau membaca ulang hafalan Alquran di pagi hari seraya berjemur. Menurutnya, wirid dan zikir yang paling utama adalah membaca Alquran. Itulah sebabnya, Kiai Muntaha selalu menasehati para santri untuk mengkhatamkan Alquran paling tidak seminggu sekali. Kecintaan Kiai Muntaha terhadap Alquran juga diwujudkan melalui pengkajian tafsir Alquran, dengan menulis tafsir maudhu'i atau tafsir tematik yang dikerjakan oleh sebuah tim yang diberi nama Tima Sembilan yang terdiri dari sembilan orang ustaz di Pesantren Al-Asy'ariyyah dan para dosen di Institut Ilmu Alquran (sekarang UNSIQ) Wonosobo. Gagasan Kiai Muntaha tentang penulisan tafsir ini mengandurng maksud untuk menyebarkan nilai-nilai Alquran kepada masyarakat luas.

Dan puncak realisasi kecintaan Kiai Muntaha terhadap Alquran ditunjukkan dengan perealisasian idenya tentang penulisan Alquran dalam ukuran raksasa yang sering disebut dengan Alquran akbar utuh 30 juz. Alquran akbar itu ditulis oleh dua santri Al-Asy'ariyyah yang juga mahasiswa IIQ yaitu H Hayatuddin, M.Pd dari Grobogan dan H Abdul Malik dari Yogyakarta. Ketika penulisan Alquran akbar yang kertasnya merupakan bantuan dari Menteri Penerangan (H. Harmoko di kala itu) itu selesai, Alquran itu pun diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia di istana negara.

Kiai Muntaha melihat banyak orang Islam telah meninggalkan Alquran, atau bahkan sama sekali tidak mau membaca Alquran, sehingga Kiai Muntaha tidak henti-hentinya menasehati anggota Hufadz wa Dirasatal Quran (YJHQ) untuk terus memasyarakatkan Alquran. Dakwah serupa juga selalu Kiai Muntaha sampaikan saat beliau berkunjung ke berbagai belahan dunia seperti Turki, Yordania, Mesir dan lain sebagainya. Dari hal-hal yang sudah disebutkan, menjadi jelas bahwa sosok dan pribadi Kiai Muntaha al-Hafidz adalah sosok sosok yang sangat mencintai Alquran secara fisik maupu batin. Seluruh hidupnya diperuntukkan untuk berdakwah menyebarkan nilai-nilai Alquran ke masyarakat.

 

 

# Diambil ringkasan  dari buku KH Muntaha Al Hafidz, Pecinta Alquran Sepanjang Hayat oleh Samsul Munir Amin.

Kamis, 02 Mei 2019